[Nusantara]Korban Lumpur Lapindo Menginap di Kantor Komnas HAM
Mereka Berharap Puasa Membawa Berkah
MATA Pak Agus, 51; masih agak berat ketika ditemui di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, kemarin. Ia baru bangun dari tidur siangnya. Sedangkan di pojok ruangan ada Ny Siti, 45; dan suaminya Hari Suwandi, 49.
Bersama 20 orang teman seperjuangan, mereka mendatangi Kantor Komnas HAM untuk menginap beberapa hari di salah satu \"gedung bunder\" tempat penampungan yang memang disediakan. Ruangan yang cukup luas itu berdekatan dengan Kantor Komnas Perempuan, pada sisi selatan gedung Komnas HAM.
Menurut Pak Agus, mereka datang sengaja pada bulan puasa untuk lebih memastikan nasib warga Sidoarjo yang menjadi korban semburan lumpur PT Lapindo Brantas dan mendesak Komnas HAM agar kasus tersebut dinyatakan pelanggaran kemanusiaan berat.
Bahkan pada keyakinan Pak Agus bersama teman warga lainnya, pada bulan puasa ini akan membawa berkah bagi peruntungan nasib dan masa depannya. Dimana pemerintah melihat betapa tersiksanya mereka pada saat menjalankan ibadah puasa.
***
SELAMA ditampung dan menginap di gedung Komnas HAM, kata Pak Agus, bersama teman-temannya diberi makan dan minum oleh sejumlah sukarelawan dari Jatim dan Jakarta. Banyak sukarelawan memberikan bantuan makanan dan minuman bagi kami. Soal makan kami tak begitu risau. Apalagi buat makan sahur dan buka puasa, ujarnya didampingi Ny Siti.
Bahkan untuk mendatangi gedung DPR, Kantor PDIP dan sejumlah kantor kementerian, mereka juga disediakan sejumlah kendaraan besar untuk diangkut ke tujuan. Keberadaan mereka sudah lima hari ini di Jakarta. Mereka datang sejak Jumat (29/8) lalu.
Wajah-wajah mereka seakan memohon kepastian dari pemerintah untuk memewujudkan impian mereka dengan menerima hak ganti rugi yang sudah dua tahun ini ditunggu-tunggu. Saya setiap malam menangis memohon kepada Tuhan agar orang yang mendzalimi warga korban lumpur Lapindo diberikan jalan yang ikhlas, jujur guna menuntaskan persoalan tersebut, kata Pak Agus sambil menatap langit ruangan besar itu.
Kini, kata Pak Agus dan Ny Siti, seluruh warga dan keluarga korban lumpur Lapindo tak memiliki lagi masa depan. Semua masa depan mereka hancur karena tak ada lagi pondokan dan penghasilan yang tetap buat kebutuhan keluarganya.
Kini warga korban sudah hancur masa depannya. Tak ada lagi rumah, pekerjaan yang bisa diandalkan untuk hidup layak. Semua warga berpencar-pencar mencari kehidupan baru, yang justru semakin sulit, tutur Ny Siti.
Hampir semua warga korban semburan lumpur Lapindo mengontrak rumah. Tiada lagi sawah, kebun, peternakan, dan tempat kerajinan yang selama ini dijadikan tumpuan hidup bagi warga pedesaan.
Seperti dituturkan Kasto, warga Desa Renokenongo, sudah hampir 15 bulan sekitar 22.000 jiwa dari 5.900 keluarga korban lumpur hidup dalam keterbatasan dan hanya memperoleh penanganan yang minim dari pemerintah.
Kami belum tahu sampai kapan di sini (di tenpat penampungan). Kami hanya minta kepastian dari Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk memastikan persoalan ini tuntas, ujar Kasto.
Warga korban lumpur Lapindo yang saat ini bertahan di Kantor Komnas HAM berasal dari Desa Renokenongo, Besuki, Permisan, Jatirejo, Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera I Sidoarjo, dan Siring.
Keinginan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kata Pak Agus, guna menjelaskan tuntutan warga sebesar 80 persen sisa ganti rugi secara tunai. Mereka menolak ganti rugi dengan relokasi dengan alasan nilai ganti rugi relokasi tidak seimbang dengan tanah mereka yang terkena semburan lumpur Lapindo.
***
BAHKAN penasehat hukum korban lumpur Lapindo Paring Waluyo Utomo mengatakan nilai tanah relokasi yang disediakan Lapindo hanya Rp300.000 per m2. Padahal, tanah milik korban yang terkena semburan lumpur bernilai Rp1 juta per m2.
Ada selisih Rp700.000 per m2. Alasan apa pun tidak bisa diterima untuk (mengubah) pembayaran tunai ke relokasi, tegas Paring usai mendampingi puluhan korban lumpur Lapindo menemui Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR, kemarin.
Paring menilai Lapindo tidak memenuhi kewajiban dengan menerapkan pola relokasi tersebut. Ini kepentingan bisnis, ujar Paring. Sebelumnya Lapindo melalui juru bayarnya PT Minarak Lapindo Jaya juga mengatakan tidak akan membayar ganti rugi warga yang tidak bersertifikat.
Selain menuntut pembayaran tunai, korban lumpur Lapindo juga minta Peraturan Presiden tentang ganti rugi memasukkan sejumlah desa yang sebelumnya tidak termasuk peta terdampak. Warga juga meminta komitmen Presiden yang berjanji pada pidato kenegaraan 15 Agustus lalu yang akan melunasi sisa 80 persen ganti rugi.
Jika Presiden tak memenuhi hal tersebut, ribuan korban Lapindo berencana akan melakukan demonstrasi di depan Istana Negara. Menurut Paring Waluyo Utomo, korban akan mengurungkan niatnya ke Istana Negara jika Perpres memberikan kepastian terhadap ganti rugi mereka. Kami ingin mendapatkan kepastian hukum dari Presiden, tegasnya.(nazar husain)
1 komentar:
nice story sisi!
Posting Komentar